I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengembangan teknologi
dewasa ini telah mengakibatkan terjadinya perubahan paradigma masyarakat dalam
bidang kehidupan sosial ekonomi termasuk dalam bidang pertanian.
Ketergantungan terhadap ketersediaan hasil teknologi cukup tinggi, hal ini tidak menjadi masalah apabila memang benar-benar memberi manfaat berkelanjutan kepada petani, namun apabila hasil teknologi tersebut ternyata banyak memberikan mudharat kepada petani maka akan menjadi masalah besar bagi penguatan ketahanan pangan dan sudah tentu akan berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Ketergantungan terhadap ketersediaan hasil teknologi cukup tinggi, hal ini tidak menjadi masalah apabila memang benar-benar memberi manfaat berkelanjutan kepada petani, namun apabila hasil teknologi tersebut ternyata banyak memberikan mudharat kepada petani maka akan menjadi masalah besar bagi penguatan ketahanan pangan dan sudah tentu akan berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Akses inovasi terhadap
teknologi juga tidak semua dapat dimiliki oleh petani, oleh karena itu
pengembangan kearifan lokal, yang notabene berasal dari masyarakat dan sudah
ada sejak lama dalam suatu komunitas masyarakat perlu diupayakan, karena
biasanya kearifan lokal masyarakat masih mempertimbangkan nilai-nilai
pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Pembangunan sektor
pertanian sangat bergantung kepada kondisi alam dan kondisi lingkungan, jika
dewasa ini telah semakin terasa dampak perubahan iklim dan pemanasan global (global warming), maka
diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi hal tersebut. Sebagaimana kita ketahui
bersama, perubahan iklim dan pemanasan global (global warming) telah
banyak berpengaruh pada pembangunan sektor pertanian, contohnya: menurunya
produksi pangan, meningkatnya endemi hama dan penyakit, meningkatnya resurgensi
dan mutasi hama dan penyakit, kurangnya ketersediaan air bagi tanaman, kualitas
tanah yang memburuk, banjir dan lain sebagainya yang tentu saja kesemua hal
tersebut merugikan masyarakat pertanian khususnya dan merugikan bangsa secara
umum.
Jika kita mengamati,
menelaah dan mempelajari lingkungan sekitar kita, atau mau belajar dari
komunitas lain diluar masyarakat secara umum, contohnya melihat perilaku
masyarakat baduy dalam memelihara lingkungan pertanian, maka ada banyak hal
yang bisa dipetik dan diambil sisi positifnya untunk dipetik dan dikembangkan
guna meningkatkan kualitas pembangunan sektor pertanian dan meningkatkan upaya
pencegahan terhadap percepatan perubahan iklim dan pemanasan global (global
warming).
B.
Perumusan
Masalah
Dari penjabaran di atas
maka perumusan yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
urgensi pengembangan kearifan lokal di bidang pertanian pada jaman sekarang?
2.
Bagaiamanakah
masyarakat baduy mengelola lingkungannya dalam upaya mengurangi dampak
perubahan iklim dan pemanasan global?
3.
Bagaimanakah
aplikasi masyarakat lain (selain baduy) mengembangkan kearifan lokal dalam
lingkungannya sendiri, khususnya dalam sektor pertanian?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan dari disusunnya
tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.
Masyarakat
dapat memahami pentingnya pengembangan kearifan lokal di bidang pertanian dalam
upaya mengurangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global (global
warming).
2.
Masyarakat
dapat memahami dan melaksanakan tindakan-tindakan berdasarkan kearifan lokal
yang telah ada di komunitasnya untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan
pemanasan global (global warming)
3.
Masyarakat
dapat memahami pentingya penggabungan dua instrumen yaitu pengembangan
teknologi dan pengembangan kearifan lokal, sehingga dapat dimunculkannya suatu
teknologi efektif berbasis kearifan lokal.
D.
Metode
Penulisan
Metode penulisan yang
dipakai dalam menyusun karya ilmiah ini yaitu menggunakan hasil data primer
berupa wawancara langsung dengan masyarakat suku baduy dalam warga Cibeo, serta
observasi lapangan, serta penggunaan data sekunder berupa literatur-literatur
baik cetak maupun elektronik. Hasil data tersebut kemudian dianalisis dalam
pembahasan guna menjawab permasalah yang dikaji
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
tentang Kearifan Lokal
1.
Pengertian
Kearifan Lokal
Menurut Ardhana (2005),
kearifan lokal dapat diartikan sebagai perilaku bijak yang selalu menggunakan
akal budi, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam suatu
wilayah geografis tertentu. Dalam kearifan lokal ada karya atau tindakan
manusia yang sifatnya bersejarah, yang masih diwarisi masyarakat setempat.
Perilaku bijak ini biasanya adalah tindakan, kebiasaan atau tradisi, dan
cara-cara masyarakat setempat yang menuntun untuk hidup tenteram, damai dan
sejahtera.
Sunaryo dan Laxman
(2003), menjelaskan kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang sudah
demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya dan diekspresikan
di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup lama.
Menurut Keraf (2002),
kearifan lokal atau kearifan tradisional yaitu semua bentuk keyakinan,
pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
2.
Bentuk-bentuk
Kearifan Lokal
Memahami kearifan lokal
dapat dilakukan melalui pendekatan struktural, kultural dan fungsional
(Ardhana, 2005). Menurut perspektif sturktural, kearifan lokal dapat dipahami
dari keunikan struktur sosial yang berkembang dimasyarakat, yang dapat
menjelaskan tentang institusi atau organisasi sosial serta kelompok sosial yang
ada. Di Baduy, adanya desa Cikartawana, Cikeusik, Cibeo dan masyarakat Baduy
Luar, mencirikan adanya sebuah struktur sosial yang unik.
Ardhana (2005),
menjelaskan bahwa menurut perspektif kultural, kearifan lokal adalah berbagai
nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan masyarakat yang menjadi
pedoman hidup mereka, termasuk mekanisme dan cara untuk bersikap, bertingkah
laku dan bertindak yang dituangkan dalam suatu tatanan sosial.
Menurut perspektif
fungsional, kearifan lokal dapat dipahami bagaimana masyarakat menjalankan
fungsi-fungsinya, yaitu fungsi adaptasi, integrasi, pencapaian tujuan dan
pemeliharaan pola. Contohnya dalam hal beradaptasi menghadapi era globalisasi
(televisi, akulturasi dan lain-lain).
B.
Tinjauan
Tentang Pembangunan Pertanian
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk
dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula
berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. (Wikpedia, 2011)
Pembangunan pertanian
dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya
tidak hanya ditujukan untuk peningkatan
kesejahteraan petani semata, tapi sekaligus juga dimaksudkan untuk
mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, budaya,
lingkungan maupun melalui perbaikan (improvement),pertumbuhan (growth)
dan perubahan (change) (Iqbal2dan
Sudaryanto, 2008 dalam Dwi Haryono, 2010).
C.
Tinjauan
tentang Global Warming
Pemanasan global atau Global Warming adalah suatu
proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat
0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± .32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change(IPCC) menyimpulkan
bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30
badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari
negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang
dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan
suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu
disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas
rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang
berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama
lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil
mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan
perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah
mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan
bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan
bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi
perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang
harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau
untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar
pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
(Wikipedia 2011)
D.
Tinjauan
Tentang Masyarakat Baduy
Dalam terminologi antropologi untuk persekutuan hidup seperti
orang-orang baduy sebenarnya lebah tepat disebut komunitas dari pada
masyarakat, orang baduy sebenarnya lebih senang disebut orang Kanekes dari pada
disebut sebagai orang Baduy, karena istilah Baduy berkonotasi negatif dengan
kelompok Badwi, yaitu salahsatu kelompok pengembara di padang pasir arab
yang dikenal rendah peradabannya (Ekajati
dalam Syarif Muis 2010).
1.
Penggunaan
Ruang dalam Masyarakat Baduy
Penggunaan
ruang dalam masyarakat Baduy secara umum dibagi kedalam tiga zona, yaitu: Zona
Bawah sebagai pemukiman, Zona Tengah digunakan untuk bercocok tanam dan Zona
Atas digunakan sebagai hutan belantara dan tempat pemujaan (Syarif Muis, 2010)
2.
Sistem
Perladangan Masyarakat Baduy
Menurut
orang baduy atau orang Kanekes, sistem berladang mereka adalah dengan tidak
melakukan perubahan besar-besaran terhadap alam, tetapi mengikuti alam yang
ada. Sistem pengairan tidak menggunakan irigasi tetapi mengandalkan air hujan,
karena dalam kepercayaan mereka ada larangan penggunaan air sungai untuk
keperluan penanaman tanaman diladang. (Syarif Muis, 2010).
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengembangan kearifan lokal dalam sebuah komunitas masyarakat, terutama
masyarakat yang menjadikan pertanian sebagai fokus utama mata pencaharian pada saat
ini cukup urgen. Kondisi alam yang tidak menentu akibat dari perubahan iklim
dan pemanasan global memaksa masyarakat, khususnya petani melakukan adaptasi
terhadap perubahan yang terjadi tersebut.
Sementara disisi lain, tradisi sebuah komunitas minoritas tetap
dipertahankan sebagai warisa budaya dan leluhur, keyakinan yang teguh terhadap
warisan tersebut menjadikan mereka tidak mengikuti perubahan jaman, pengabaian
terhadap teknoligi dan penggunaan hasil kebudayaan modern juga tetap
dipertahankan.
Urgensi penggunaan dan pengembangan kearifan lokal pada sisi tertentu
dianggap penting terutama dalam hal pengelolaan lingkunga, pengelolaan air dan
tanah dan pola budidaya yang unik. Stratifikasi penataan ruang kedalam tiga
ruang merupakan kebijakan yang berdampak pada selalu tersedianya air sebagai
kebutuhan utama dalam kehidupan, penggunaan bahan-bahan alami, pengelolaan dan
pembukaan lahan yang tidak besar-besaran serta pelarangan penebangan dengan
penggunaan mesin pemotong dan manual juga berdampak pada masih lestari vegetasi
disekitar wilayah Baduy tersebut.
Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang kuat dalam memegang tradisi,
perilaku hidup sederahana, apa adanya juga mempengaruhi tingkat pengeluaran
terutama biaya hidup, aktivitas mereka benar-benar menyatu dengan alam, jika
kita melihat penggunaan lokasi zona atas sebagai tempat peribadatan dan
pelarangan penjamahan dari manusia menjadi kondisi ketersediaan air relatif
stabil, selain itu ketersediaan pangan dalam lumbung (Leuit) tetap tersedia dan
digunakan sesuai instruksi pemimpin adat.
Pelarangan penebangan pohon dan pelarangan merubah secara besar-besaran kondisi
alam menjadikan masyarakat Baduy tidak kekurangan air, dan kondisi tanah masih
tetap subur, sehingga ditanami tanaman apapun baik padi ladang, palawija dan
hortikultura tetap subur dan tumbuh dengan baik.
Jika kita amati, kearifan lokal sebenarnya tidak hanya dimonopoli oleh
orang Baduy, setiap daerah mempunyai kearifan lokalnya masing-masing, karena
sejarah dan kepercayaan terhadap pemimpin di komunitasnya juga berbeda-beda,
selain itu masalah yang dihadapi juga berbeda-beda.
Pengembangan teknologi berbasis kearifan lokal setempat, dianggap akan
lebih mudah teradopsi oleh masyarakat, karena sejatinya teknologi tersebut
berasal dari masyarakat setempat, kebiasaan setempat, dan kebudayaan setempat,
sehingga masyarakat sekitar juga memiliki semangat untuk mejaga hal tersebut.
Membangun kesadaran masyarakat terutama masyarakat petani dengan
menggunakan pendekatan pengembangan kearifan lokal dan pemanfaatan teknologi
tepat guna berbasis kearifan lokal mutlak dilaksanakan, namun hal itu tidak
mudah, karena masyarakat yang memiliki kepercayaan tinggi terhadap kearifan
lokal yang dimiliki, biasanya sukar mendapatkan dirinya terbuka dengan berbagai
macam adompsi inovasi yang telah dikembangkan.
IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
A.
Pengembangan
teknologi kearifan lokal apalagi dimodifikasi dengan kondisi pengembangan
teknologi modern pada saat ini sangat urgen, karena kedua hal tersebut sangat
diperlukan untuk pengembangan sektor pertanian ke depan.
B.
Masyarakat
Baduy menjaga lingkungannya berdasarkan kepercayaan dan perilakunya, yang
mungkin tanpa mereka sadari sebenarnya meraka tengah melakukan aktivitas
menjaga bumi dan ruang mata pencahariannya.
C.
Masyarakat
non Baduy sebenarnya juga memiliki kearifan lokalnya masing-masing terutama
diwilayah pedesaan, hal itu dimungkinkan karena kearifan lokal lahir dari
kondisi dan permasalahan yang terjadi dalam komunitas tersebut, sehingga
penggabungan teknologi modern dengan teknologi kearifan lokal dapat lebih cepat
terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, G.2005. Kearifan Lokal Tanggulangi Masalah Sosial
Menuju Ajeg Bali. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/19-12-11/02.htm. di akses 19 Desember 2011.
Keraf, A.S.2002. Etika Lingkungan. Penerbit Kompas. Jakarta.
Muis, S. 2010. Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Pengelolaan
Sumberdaya Air Berkelanjutan.http://www.muis.blogspot.com/19-12-11/04.htm. di akses 19 Desember 2011.
Kamus Wikipedia. 2011.
htpp://www.id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global.
diakses19 Desember 2011.
___________________
htpp://www.id.wikipedia.org/wiki/Pertanian. Diakses 19 Desember 2011.
0 komentar:
Posting Komentar
Sumba Island