Senin, 26 Maret 2012

PENGEMBANGAN KEARIFAN LOKAL DI SEKTOR PERTANIAN DAN UPAYA MENGURANGI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL


                                                                                                                                                 I.          PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pengembangan teknologi dewasa ini telah mengakibatkan terjadinya perubahan paradigma masyarakat dalam bidang kehidupan sosial ekonomi termasuk dalam bidang pertanian.
Ketergantungan terhadap ketersediaan hasil teknologi cukup tinggi, hal ini tidak menjadi masalah apabila memang benar-benar memberi manfaat berkelanjutan kepada petani, namun apabila hasil teknologi tersebut ternyata banyak memberikan mudharat kepada petani maka akan menjadi masalah besar bagi penguatan ketahanan pangan dan sudah tentu akan berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Akses inovasi terhadap teknologi juga tidak semua dapat dimiliki oleh petani, oleh karena itu pengembangan kearifan lokal, yang notabene berasal dari masyarakat dan sudah ada sejak lama dalam suatu komunitas masyarakat perlu diupayakan, karena biasanya kearifan lokal masyarakat masih mempertimbangkan nilai-nilai pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Pembangunan sektor pertanian sangat bergantung kepada kondisi alam dan kondisi lingkungan, jika dewasa ini telah semakin terasa dampak perubahan iklim dan pemanasan global (global warming), maka diperlukan sebuah solusi untuk mengatasi hal tersebut. Sebagaimana kita ketahui bersama, perubahan iklim dan pemanasan global (global warming) telah banyak berpengaruh pada pembangunan sektor pertanian, contohnya: menurunya produksi pangan, meningkatnya endemi hama dan penyakit, meningkatnya resurgensi dan mutasi hama dan penyakit, kurangnya ketersediaan air bagi tanaman, kualitas tanah yang memburuk, banjir dan lain sebagainya yang tentu saja kesemua hal tersebut merugikan masyarakat pertanian khususnya dan merugikan bangsa secara umum.
Jika kita mengamati, menelaah dan mempelajari lingkungan sekitar kita, atau mau belajar dari komunitas lain diluar masyarakat secara umum, contohnya melihat perilaku masyarakat baduy dalam memelihara lingkungan pertanian, maka ada banyak hal yang bisa dipetik dan diambil sisi positifnya untunk dipetik dan dikembangkan guna meningkatkan kualitas pembangunan sektor pertanian dan meningkatkan upaya pencegahan terhadap percepatan perubahan iklim dan pemanasan global (global warming).

B.       Perumusan Masalah
Dari penjabaran di atas maka perumusan yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
1.         Bagaimanakah urgensi pengembangan kearifan lokal di bidang pertanian pada jaman sekarang?
2.         Bagaiamanakah masyarakat baduy mengelola lingkungannya dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global?
3.         Bagaimanakah aplikasi masyarakat lain (selain baduy) mengembangkan kearifan lokal dalam lingkungannya sendiri, khususnya dalam sektor pertanian?

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan dari disusunnya tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.         Masyarakat dapat memahami pentingnya pengembangan kearifan lokal di bidang pertanian dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global (global warming).
2.         Masyarakat dapat memahami dan melaksanakan tindakan-tindakan berdasarkan kearifan lokal yang telah ada di komunitasnya untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global (global warming)
3.         Masyarakat dapat memahami pentingya penggabungan dua instrumen yaitu pengembangan teknologi dan pengembangan kearifan lokal, sehingga dapat dimunculkannya suatu teknologi efektif berbasis kearifan lokal.

D.      Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipakai dalam menyusun karya ilmiah ini yaitu menggunakan hasil data primer berupa wawancara langsung dengan masyarakat suku baduy dalam warga Cibeo, serta observasi lapangan, serta penggunaan data sekunder berupa literatur-literatur baik cetak maupun elektronik. Hasil data tersebut kemudian dianalisis dalam pembahasan guna menjawab permasalah yang dikaji


                                                                                                                                    II.          TINJAUAN PUSTAKA

A.      Tinjauan tentang Kearifan Lokal
1.         Pengertian Kearifan Lokal
Menurut Ardhana (2005), kearifan lokal dapat diartikan sebagai perilaku bijak yang selalu menggunakan akal budi, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam suatu wilayah geografis tertentu. Dalam kearifan lokal ada karya atau tindakan manusia yang sifatnya bersejarah, yang masih diwarisi masyarakat setempat. Perilaku bijak ini biasanya adalah tindakan, kebiasaan atau tradisi, dan cara-cara masyarakat setempat yang menuntun untuk hidup tenteram, damai dan sejahtera.
Sunaryo dan Laxman (2003), menjelaskan kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang sudah demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup lama.
Menurut Keraf (2002), kearifan lokal atau kearifan tradisional yaitu semua bentuk keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
2.         Bentuk-bentuk Kearifan Lokal
Memahami kearifan lokal dapat dilakukan melalui pendekatan struktural, kultural dan fungsional (Ardhana, 2005). Menurut perspektif sturktural, kearifan lokal dapat dipahami dari keunikan struktur sosial yang berkembang dimasyarakat, yang dapat menjelaskan tentang institusi atau organisasi sosial serta kelompok sosial yang ada. Di Baduy, adanya desa Cikartawana, Cikeusik, Cibeo dan masyarakat Baduy Luar, mencirikan adanya sebuah struktur sosial yang unik.
Ardhana (2005), menjelaskan bahwa menurut perspektif kultural, kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka, termasuk mekanisme dan cara untuk bersikap, bertingkah laku dan bertindak yang dituangkan dalam suatu tatanan sosial.
Menurut perspektif fungsional, kearifan lokal dapat dipahami bagaimana masyarakat menjalankan fungsi-fungsinya, yaitu fungsi adaptasi, integrasi, pencapaian tujuan dan pemeliharaan pola. Contohnya dalam hal beradaptasi menghadapi era globalisasi (televisi, akulturasi dan lain-lain).
B.       Tinjauan Tentang Pembangunan Pertanian
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. (Wikpedia, 2011)
Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk  peningkatan kesejahteraan petani semata, tapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, budaya, lingkungan maupun melalui perbaikan (improvement),pertumbuhan (growth) dan perubahan  (change) (Iqbal2dan Sudaryanto, 2008 dalam Dwi Haryono, 2010).

C.      Tinjauan tentang Global Warming
Pemanasan global atau Global Warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ±  .32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change(IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca. (Wikipedia 2011)

D.      Tinjauan Tentang Masyarakat Baduy
Dalam terminologi antropologi untuk persekutuan hidup seperti orang-orang baduy sebenarnya lebah tepat disebut komunitas dari pada masyarakat, orang baduy sebenarnya lebih senang disebut orang Kanekes dari pada disebut sebagai orang Baduy, karena istilah Baduy berkonotasi negatif dengan kelompok Badwi, yaitu salahsatu kelompok pengembara di padang pasir arab yang dikenal rendah peradabannya (Ekajati  dalam Syarif Muis 2010).
1.         Penggunaan Ruang dalam Masyarakat Baduy
Penggunaan ruang dalam masyarakat Baduy secara umum dibagi kedalam tiga zona, yaitu: Zona Bawah sebagai pemukiman, Zona Tengah digunakan untuk bercocok tanam dan Zona Atas digunakan sebagai hutan belantara dan tempat pemujaan (Syarif Muis, 2010)
2.         Sistem Perladangan Masyarakat Baduy
Menurut orang baduy atau orang Kanekes, sistem berladang mereka adalah dengan tidak melakukan perubahan besar-besaran terhadap alam, tetapi mengikuti alam yang ada. Sistem pengairan tidak menggunakan irigasi tetapi mengandalkan air hujan, karena dalam kepercayaan mereka ada larangan penggunaan air sungai untuk keperluan penanaman tanaman diladang. (Syarif Muis, 2010).

                                                                                                                       III.          HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan kearifan lokal dalam sebuah komunitas masyarakat, terutama masyarakat yang menjadikan pertanian sebagai fokus utama mata pencaharian pada saat ini cukup urgen. Kondisi alam yang tidak menentu akibat dari perubahan iklim dan pemanasan global memaksa masyarakat, khususnya petani melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi tersebut.
Sementara disisi lain, tradisi sebuah komunitas minoritas tetap dipertahankan sebagai warisa budaya dan leluhur, keyakinan yang teguh terhadap warisan tersebut menjadikan mereka tidak mengikuti perubahan jaman, pengabaian terhadap teknoligi dan penggunaan hasil kebudayaan modern juga tetap dipertahankan.
Urgensi penggunaan dan pengembangan kearifan lokal pada sisi tertentu dianggap penting terutama dalam hal pengelolaan lingkunga, pengelolaan air dan tanah dan pola budidaya yang unik. Stratifikasi penataan ruang kedalam tiga ruang merupakan kebijakan yang berdampak pada selalu tersedianya air sebagai kebutuhan utama dalam kehidupan, penggunaan bahan-bahan alami, pengelolaan dan pembukaan lahan yang tidak besar-besaran serta pelarangan penebangan dengan penggunaan mesin pemotong dan manual juga berdampak pada masih lestari vegetasi disekitar wilayah Baduy tersebut.
Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang kuat dalam memegang tradisi, perilaku hidup sederahana, apa adanya juga mempengaruhi tingkat pengeluaran terutama biaya hidup, aktivitas mereka benar-benar menyatu dengan alam, jika kita melihat penggunaan lokasi zona atas sebagai tempat peribadatan dan pelarangan penjamahan dari manusia menjadi kondisi ketersediaan air relatif stabil, selain itu ketersediaan pangan dalam lumbung (Leuit) tetap tersedia dan digunakan sesuai instruksi pemimpin adat.
Pelarangan penebangan pohon dan pelarangan merubah secara besar-besaran kondisi alam menjadikan masyarakat Baduy tidak kekurangan air, dan kondisi tanah masih tetap subur, sehingga ditanami tanaman apapun baik padi ladang, palawija dan hortikultura tetap subur dan tumbuh dengan baik.
Jika kita amati, kearifan lokal sebenarnya tidak hanya dimonopoli oleh orang Baduy, setiap daerah mempunyai kearifan lokalnya masing-masing, karena sejarah dan kepercayaan terhadap pemimpin di komunitasnya juga berbeda-beda, selain itu masalah yang dihadapi juga berbeda-beda.
Pengembangan teknologi berbasis kearifan lokal setempat, dianggap akan lebih mudah teradopsi oleh masyarakat, karena sejatinya teknologi tersebut berasal dari masyarakat setempat, kebiasaan setempat, dan kebudayaan setempat, sehingga masyarakat sekitar juga memiliki semangat untuk mejaga hal tersebut.
Membangun kesadaran masyarakat terutama masyarakat petani dengan menggunakan pendekatan pengembangan kearifan lokal dan pemanfaatan teknologi tepat guna berbasis kearifan lokal mutlak dilaksanakan, namun hal itu tidak mudah, karena masyarakat yang memiliki kepercayaan tinggi terhadap kearifan lokal yang dimiliki, biasanya sukar mendapatkan dirinya terbuka dengan berbagai macam adompsi inovasi yang telah dikembangkan.

                                                                                                                                                IV.          KESIMPULAN

Kesimpulan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
A.      Pengembangan teknologi kearifan lokal apalagi dimodifikasi dengan kondisi pengembangan teknologi modern pada saat ini sangat urgen, karena kedua hal tersebut sangat diperlukan untuk pengembangan sektor pertanian ke depan.
B.       Masyarakat Baduy menjaga lingkungannya berdasarkan kepercayaan dan perilakunya, yang mungkin tanpa mereka sadari sebenarnya meraka tengah melakukan aktivitas menjaga bumi dan ruang mata pencahariannya.
C.       Masyarakat non Baduy sebenarnya juga memiliki kearifan lokalnya masing-masing terutama diwilayah pedesaan, hal itu dimungkinkan karena kearifan lokal lahir dari kondisi dan permasalahan yang terjadi dalam komunitas tersebut, sehingga penggabungan teknologi modern dengan teknologi kearifan lokal dapat lebih cepat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhana, G.2005. Kearifan Lokal Tanggulangi Masalah Sosial Menuju Ajeg Bali. http://www.balipost.co.id/balipostcetak/19-12-11/02.htm. di akses 19 Desember 2011.
Keraf, A.S.2002. Etika Lingkungan. Penerbit Kompas. Jakarta.
Muis, S. 2010. Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan.http://www.muis.blogspot.com/19-12-11/04.htm. di akses 19 Desember 2011.
Kamus Wikipedia. 2011. htpp://www.id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global.
diakses19 Desember 2011.
___________________  htpp://www.id.wikipedia.org/wiki/Pertanian. Diakses 19 Desember 2011.

0 komentar:

Posting Komentar

Sumba Island